Ini Penjelasan Pemerintah Soal Terpuruknya Rupiah






Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terperosok dalam karena serbuan faktor eksternal. Mulai dari pemulihan ekonomi AS sampai terpengaruh kebijakan Bank Sentral Rusia yang menaikkan suku bunga acuan hingga 650 basis poin (Bps) menjadi 17 persen.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, kurs dolar AS mengalami penguatan hampir ke seluruh mata uang dunia. Ini merupakan gejala global yang masih akan terjadi sampai AS menuntaskan normalisasi kebijakan moneter.

Dari datanya, pelemahan mata uang terparah menimpa Rubel Rusia dan Yen Jepang. Per 15 Desember 2014, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap rupiah secara harian 2 persen, Rubel 10,2 persen, Lira Turki 3,4 persen, dan Brazil 1,6 persen.

Secara year to date atau dari akhir tahun lalu dibanding saat ini, kurs rupiah mengalami pelemahan 4,5 persen, Rubel 48,8 persen, Lira Turki 8,9 persen dan Peso Brazil 12,4 persen.

"Ini adalah fenomena global, sehingga rupiah bukanlah mata uang yang paling lemah karena mata uang seluruh negara emerging market melemah signifikan. Tapi pelemahan rupiah bersifat sementara," tegas Bambang kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2014).

Penyebabnya, dijelaskan dia, dari eksternal ada ekspektasi perbaikan ekonomi AS jauh lebih cepat dari perkiraan. Ditambah muncul berbagai harapan terhadap hasil pertemuan Federal Open Market Committee 16-17 Desember 2014. Pertemuan tersebut akan memberi arahan penghentian stimulus moneter dan reaksinya untuk perbaikan ekonomi negara Adidaya itu.

"Angka pengangguran di AS turun, pertumbuhan ekonomi membaik, sehingga menarik investasi di emerging market ke ekonomi AS. Jadi istilahnya dolar AS pulang kampung karena ada prospek yang baik," terang dia.

Di sisi lain, diakuinya, terjatuhnya kurs rupiah akibat dari kebijakan Bank Sentral Rusia menaikkan suku bunga acuan dari 10,5 persen menjadi 17 persen. Penyesuaian suku bunga yang terlalu tajam hingga 650 Bps ini, kata Bambang, dapat berimplikasi buruk terhadap portofolio investasi negara lain.

Menurut dia, Rusia sudah enam kali selama menaikkan suku bunga acuan sepanjang 2014. Hal itu terpaksa dilakukan karena harga komoditas minyak dunia turun dan menggerus pendapatan Rusia sampai 50 persen. Juga akibat depresiasi Rubel dan inflasi.

"Pola pikirnya kalau interest rate naik tajam, ada perubahan di pasar terutama permintaan ker rupiah, surat utang pemerintah dan lainnya. Portofolio dipindahkan ke Rusia saja," paparnya.

Sementara dari faktor domestik, Bambang menyebut, tingginya permintaan dolar AS menyebabkan nilai tukar rupiah amblas. Permintaan itu, lanjutnya, berasal dari kebutuhan perusahaan untuk membayar utang jatuh tempo, membagi dividen, reposisi portofolio dari rupiah ke dolar AS.

"Perusahaan harus tutup buku setiap tahun, sehingga laporan keuangan harus dengan catatan terbaik. Untuk itu banyak melakukan reposisi portofolio yang terbaik untuk perusahaannya," pungkas dia. (Fik/Gdn) .

sumber : Liputan6

Rupiah Merosot,Pemerintah Tak khawatir Seperti Krismon 1998







Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengklaim kondisi perekonomian Indonesia saat ini tergolong stabil meski nilai tukar rupiah terus tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Bonus lainnya kondisi politik aman dan gerak cepat pemerintahan baru dalam bekerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengaku tak khawatir dengan jatuhnya kurs rupiah hingga ke level Rp 12.600 per dolar AS. Dirinya pun menampik jika kondisi tersebut disamakan seperti badai krisis moneter (krismon) yang melanda Indonesia pada 1998.
Nilai tukar rupiah pada 22 Januari 1998 terjun bebas ke level Rp 17.000 per dolar AS atau terdepresiasi 80 persen. Sedangkan realisasi kurs rupiah pada akhir 1997 ditutup Rp 4.850  per dolar AS.
"Nggak lah (seperti krismon 1998). Kondisi 1998 kan penyebabnya banyak karena politik juga, dan krisis di Asia, jadi bersamaan datangnya," ujar Sofyan di kantornya, Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Sementara kondisi perekonomian Indonesia saat ini, diakui dia, secara umum sangat bagus dan stabilitas politik terjaga dengan baik. Apalagi negara ini baru saja melantik Presiden dan Wakil Presiden baru beserta Kabinet Kerja selama lima tahun mendatang.
"Presiden kita luar biasa populernya. Pun kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikeluarkan luar biasa bagus," tegasnya.

Dalam rangka penguatan kembali mata uang rupiah, lanjut Sofyan, pemerintah akan mendorong peningkatan ekspor sebagai upaya jangka pendek. Dari momentum pelemahan kurs rupiah, sambungnya, ekspor Indonesia berpeluang meningkat. Sayang harga komoditas sedang jatuh.
"Kita juga ingin mengurangi impor yang nggak dibutuhkan sehingga kebutuhan kita terhadap dolar AS untuk mengimpor pun berkurang," jelas Sofyan.

Langkah lain, menurut dia, mempercepat masuknya investasi langsung. Salah satunya melakukan reformasi perizinan investasi lewat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang akan berlaku mulai Januari 2015.

Sementara untuk modal investasi yang membutuhkan permintaan dolar AS besar seperti PLN, sebut Sofyan, bisa berasal dari dana-dana pinjaman Jepang, Bank Dunia, ADB dan lainnya supaya tidak perlu membeli di pasaran.
"Dana-dana ini bisa kita tarik dan memperkuat rupiah. Kalau perlu termasuk dana siaga, karena Bank Dunia maupun JICA menawarkan pinjaman berbunga murah dengan jangka waktu 30 tahun," pungkas dia.(Fik/Ahm).

sumber : liputan6

Sentimen Regional Picu IHSG Menguat


Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan menguat terbatas pada perdagangan saham pekan ini. Sejumlah sentimen dari regional menjadi tenaga pendorong indeks saham.

Analis PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee memaparkan, adapun sentimen positif itu datang dari kebijakan bank sentral China memangkas suku bunga acuannya. Kemudian rencana Jepang dan Eropa untuk menambah suntikan stimulus.
Tak berhenti di situ, sentimen positif juga datang pertumbuhan ekonomi Amerika yang ternyata di atas harapan. "Jadi orang berpikir ekonomi dunia akan membaik," tutur dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (1/12/2014).

Meski demikian, gerak IHSG akan tersendat oleh adanya data ekonomi makro RI yang bakal rilis awal pekan ini. Hans menuturkan, angka inflasi bakal membengkak pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Hans mengatakan, jika tambahan inflasi dari kenaikan BBM tembus di atas 2 persen maka ada kemungkinan dana yang masuk ke pasar modal RI akan keluar.

"Inflasi penting kalau  di atas 2 persen BI rate akan naik. Kalau inflasi di bawah 7,75 BI akan tahan. Tapi kalau di atas akan naikin. Karena pengalaman kalau negative interest rate, ada capital outflow," tutur Hans.

Pada perdagangan saham pekan ini, Hans memprediksi IHSG bergerak pada level support 5.125-5.107. Sementara level resistance 5.157-5.174.

Sementara itu, Kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomo mengatakan, IHSG akan bergerak variatif. Pendorong indeks saham ialah sentimen dari pelemahan harga minyak dunia.

"Yang jelas penurunan harga minyak pengaruhnya ada dua. Orang berspekulasi penurunan harga minyak dunia ada kemungkinan penurunan harga BBM subsidi. Kemudian kalau BBM turun   suku bunga turun," ujar Satrio.

Di sisi lain, penurunan harga minyak dunia membuat tekanan pada saham-saham komoditas yang melemahkan IHSG.

"Harga minyak turun orang juga melakukan tekanan jual komoditas batu bara," terang Satrio.

Pada perdagangan saham pekan ini, Satrio memprediksi IHSG bergerak pada support di level support 5.130-5.100 dan resistance di level 5.200.

Hans merekomendasikan jual ketika menguat (sell on strength) untuk PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Adaro Energy Tbk (ADRO). (Amd/Ahm).

Sumber: Liputan6

Dollar Menguat Membuat Harga Minyak Jatuh


Liputan6.com, New York - Harga minyak cenderung tertekan pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi) seiring Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) kelihatannya tak ingin memangkas produksi yang diputuskan pada pertemuan bulan ini.

Harga minyak jenis light sweet untuk pengiriman Desember turun US$ 1,25 menjadi US$ 77,4 per barel di New York Mercantile Exchange. Hal ini diikuti dengan harga minyak jenis Brent turun lebih dari US$ 1 menjadi US$ 82 per barel.

Harga minyak dunia cenderung tertekan seiring dolar Amerika Serikat (AS) menguat karena kekhawatiran konflik di Libya dan Ukraina.
 
Dolar naik 0,2 persen terhadap mata uang lainnya di awal pekan ini. Penguatan dolar membuat harga minyak dan komoditas lainnya lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.

Hal itu ditambah dengan persediaan minyak melimpah, dan itu menandakan pertumbuhan ekonomi melambat sehingga menekan harga minyak. Sejak Juni 2014, harga minyak telah turun 30 persen.
"Begitu banyak tekanan untuk harga minyak mentah Amerika Serikat. Ada pembalikan arah besar dari dolar menguat. Saya rasa harga minyak cenderung konsolidasi dengan pelaku pasar fokus pada pertemuan OPEC," ujar Phillip Streibel, Senior Market Strategist RSJO Futures, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (11/11/2014).

OPEC akan mengadakan pertemuan pada 27 November 2014, dan ini menjadi kunci untuk mengetahui produksi dan persediaan minyak. Namun sejauh ini belum ada indikasi produsen minyak untuk memangkas produksi minyak. Hal itu disampaikan menteri energi Kuwait Ali al-Omair.

Sementara itu, Direktur iiTrader di Chicago, Oliver Sloup menuturkan, penguatan dolar AS dan perlambatan ekonomi global berlanjut membuat tekanan ke pasar. Ketika reli terjadi di harga minyak maka pelaku pasar cenderung ambil kesempatan untuk jual.

Selain itu tekanan lain untuk harga minyak datang dari Libya dengan lapangan minyak terbesar El Sharara diambil alih oleh tentara. Sedangkan di Ukraina, tekanan yang terjadi dapat membuat gangguan persediaan gas dari Rusia yang berpotensi

Sumber :Liputan6

Kuartal III, Neraca Pembayaran Indonesia Surplus 6,4 Miliar Dollar AS


KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) per September 2014 mengalami surplus sebesar 6,475 miliar dollar AS. Kondisi ini jauh lebih baik ketimbang kondisi pada triwulan III-2013 lalu,yang mengalami defisit sebesar 2,645 miliar dollar AS.

Perbaikan NPI mulai tampak sejak triwulan I-2014, dan terus membaik hingga triwulan III-2014. Kepala Departemen Statistik BI, Hendi Sulistyowati, menyatakan bahwa perbaikan kinerja NPI tersebut ditopang oleh perbaikan kondisi transaksi berjalan (TB).

Data NPI triwulan III-2014 menyatakan, transaksi berjalan mengalami defisit sebesar 6,83 miliar dollar AS. Meski masih mengalami defisit, namun TB triwulan-III 2014 lebih baik ketimbang triwulan II-2014 yang mengalami defisit sebesar 8,68 miliar dollar AS dan triwulan III-2013 sebesar 8,635.

Hendi menegaskan bahwa perbaikan kondisi transaksi berjalan bisa lebih maksimal jika pemerintah berkomitmen menaikkan bahan bakar minyak bersubsidi. "Menaikkan BBM akan berdampak positif pada neraca perdagangan. Kalau BBM naik, maka konsumsi BBM akan melambat. Ke current account (transaksi berjalan) juga lebih baik," katanya.


Adapun posisi cadangan devisa pada akhir September 2014 meningkat menjadi 111,164 miliar dollar AS.

Seperti yang sudah disebutkan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (13/11/2014), cadangan devisa tersebut setara dengan 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Meski enggan menyebutkan angka, namun Hendi menunjukkan optimismenya bahwa neraca pembayaran keseluruhan akan tetap positif di kuartal IV-2014.

BI Rate naik dari 7,5 % menjadi 7,75 %



KOMPAS.com - Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin dari 7,5 persen menjadi 7,75 persen mengacu pada beberapa pertimbangan.

Menurut Gubernur BI, Agus Martowardojo, kebijakan tersebut terpaksa dilakukan untuk merespon ekspektasi inflasi, menjaga kondisi defisit neraca berjalan, menjaga likuiditas perbankan, dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Hal-hal ini berkaitan erat dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang baru saja diumumkan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (17/11/2014).

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Selasa (18/11/2014). Perry menjelaskan, menambahkan bahwa saat ini masalah yang dihadapi kompleks. "Untuk itu, kami menaikkan suku bunga acuan untuk mengantisipasi inflasi dan tekanan inflasi yang meningkat. Pertumbuhan kredit yang kini hanya 13 persen, pertumbuhan kredit tahun depan harus 15 sampai 17 persen," pungkasnya.


Deputi Gubernur Halim Alamsyah menambahkan bahwa BI sudah memperhatikan ekspektasi industri. Langkah BI meningkatkan suku bunga acuan bisa meyakinkan industri bahwa ekspektasi yang ada cukup terjangkar. "Respon dari Bank Indonesia tentu memperhatikan ekspektasi industri," tuturnya.

Deputi Gubernur Halim Alamsyah.? "Kita memang memberikan sinyal bahwa kenaikan BI Rate untuk ekspektasi itu terjangkar. K?ita juga lihat keseimbangan yang terjadi bisa mengurangi ekspektasi naiknya suku bunga jangka panjang berlebihan," imbuhnya.? ? Sebagai catatan, dalam pernyataan pers di Istana Negara, Senin (17/11/2014) malam, Presiden Joko Widodo ?menetapkan secara resmi kenaikan harga BBM bersubsidi per 18 November 2014. "Saya, selaku Presiden Republik Indonesia menetapkan harga bahan bakar minyak baru pukul 00.00 WIB terhitung sejak 18 November 2014," ujarnya. Adapun harga BBM Premium dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 dan BBM Solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter.

Ke Mana Dana Subsidi BBM akan Berlabuh






Liputan6.com, Jakarta - Saat mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi, Joko Widodo menuturkan, pemerintah membutuhkan anggaran untuk membangun infrastruktur. Namun selama ini dana tersebut dihamburkan untuk subsidi yang tidak tepat sasaran. Oleh sebab itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun mengalihkan subsidi tersebut.

Dalam catatan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), pemerintah akan membangun jalan, bandara, pelabuhan, jalur kereta api, dan angkutan massal dengan perkiraan kebutuhan pendaaan total Rp 4.972,4 triliun selama lima tahun ke depan.

Dana yang berasal dari APBN diperkirakan mencapai Rp 2.065,6 triliun. Sedangkan sisanya akan berasal dari pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pendanaan dari perusahaan BUMN dan swasta.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S Priatna mengungkapkan, khusus untuk membiayai proyek-proyek yang akan dibangun pada tahun depan, pemerintah membutuhkan anggaran sebesar Rp 236,64 triliun.

"Tapi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 cuma Rp 150,99 triliun. Jadi ada gap atau kekurangan sebesar Rp 85,72 triliun pada tahun depan," katanya.

Kekurangan pendanaan sebesar Rp 85,7 triliun itu rencananya akan dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, antara lain pembangunan 9 waduk baru, irigasi 37 ribu hektare (ha), pengendalian banjir 475 kilometer (km).

Di samping itu, kekurangan pendanaan tersebut akan dimanfaatkan untuk mencapai rasio elektrifikasi 85,2 persen, pembangunan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) di 284 desa, infrastruktur air limbah 177 kawasan, TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di 200 kawasan, membangun perumahan swadaya 5.000 unit, membangun infrastruktur pedesaan 4.450 desa, pembangunan rumah susun 44 twin blok.

Lanjutnya, pembangunan jalan baru 258,9 km, peningkatan kapasitas atau pelebaran jalan 1.237 Km, jalur kereta api 101 Km, peningkatan kapasitas kereta api 616 km, armada perintis 13 kapal di wilayah Timur, pengembangan 8 bandara, jangkauan RRI 74 persen, dan digitalisasi TVRI.

Menurut Dedy, kekurangan pendanaan infrastruktur tahun depan kemungkinan berasal dari kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Said Didu mengatakan, dana hasil penghematan subsidi tersebut harus digunakan oleh pemerintah untuk membangun infrastruktur. Nah, menurutnya, infrastruktur bisa dibagi dalam tiga jenis. “Ada infrastruktur dasar, infrastruktur umum dan infrastruktur ekonomi,” tuturnya.

Menurutnya, pengalihan subsidi tersebut seharusnya digunakan pembangunan infrastruktur dasar dan infrastruktur umum. Sedangkan untuk infrastruktur ekonomi lebih baik didanai oleh BUMN dan swasta dan bukan dari APBN. 

“Untuk pelabuhan, jalan tol sebaiknya tidak dengan dana APBN karena itu untuk ekonomi. Sedangkan pembangunan jalan provinsi, pembangunan waduk dan irigasi karena termasuk infrastruktur dasar maka bisa didanai lewat APBN,” tuturnya.

Ia menjabarkan, jika pemerintah bisa menetapkan tarif seperti jalan tol, bandara dan pelabuhan, sebaiknya tidak menggunakan APBN. Sedangkan jika pemerintah tidak bisa menetapkan tarif seperti irigasi dan jalan, maka bisa didanai dengan APBN.

sumber : Liputan6